Sabtu, 01 Maret 2014

Nairasaon

Sejarah Nairasaon

Sabtu, 26 Februari 2011

Datu Pejel datang dari Limbong menuju Sibisa manandang Hadatuon sembari menjalankan hobbinya "Marultop". Ia sampai ke Sibisa karena mengejarngejar "Anduhur". Menyadari usianya sudah mulai makin tua, datu Pejel melakukan semedi memohon Kepada Mulajadi Na Bolon agar ia diberi jodoh.


Tak lama setelah bersemedi, ia pun mendengar suara "martonun" ia pun penasaran lalu pergi melihatnya. Ia sangat terkejut sudah lama ia menetap di Sibisa tak pernah ia melihat orang. Ia pun menyadari bahwa Tuhan telah mengabulkan permintaanya. Perempuan ini di namai Boru Tantan Debata "Titisan Allah" karena Mulajadi Nabolon lah yg mengirimnya buat Datu Pejel.

Singkat Cerita Boru Tantan Debata melahirkan seorang Putra menyerupai Kodok. Datu Pejel Tak terima anaknya seperti kodok ia pun membuangnya ke Bara agar mati dipijak kerbau milik merka yg dikandangkan di Bara. Inilah pertengkaran Pertama antara Datu pejel dan Boru Tantan Debata. Boru Tantan Debata diam-diam mengambil anaknya dari bara dan di sembunyikan di para-para rumah mereka.

Setiap kali pulang dari ladang boru Tantan debata heran melihat kayu bakar mereka yg di jemurnya sebelum berangkat ke ladang selalu tersusun rapi. ia pun melakukan pengintaian, siapa gerangan yg melakukan semua itu. Namun Boru Tantan debata terkejut yg melakukan semua itu adalah seorang bocah yg cukup gagah dan setelah selesai menyusun kayu bakar ia masuk ke dalam rumah. Boru Tantan debata pulang ke rumah seperti biasa,ia melihat anaknya masih tetap "marruman Sirasaaon". Namun dalam hati boru Tantan Debata sudah tau bahwa anaknya cukup Tampan.

Saat usia remaja Nairasaaon pun di pertapakan Datu pejel di gunung Simanukmanuk (sebelah timur Sibisa-sebelah kiri menuju porsea dari Parapat)
Sekembalinya dari partapaon di simanukmanuk Datu pejel menyuruh nairasaaon ke limbong untuk "mangalap boru ni tulang na" Nairasaon pun berangkat ke Limbong. Namun setelah sampai di Limbong, dari Tujuh boru ni Tulangnya tak satu pun yg mau jadi istri Nairasaon karena wajahnya yang seperti kodok.
Suatu sore secara kebetulan boru Tulannya paling bungsu melihat Nairasaon pergi Mandi. Ia terpesona melihat ketampanan wajah Nairasaon. Ia menyadari bahwa wajah Nairasaon hanya "Rumang" (Topeng. Hari ketiga Nairasaon pamit untuk pulang, namun sebelum pulang Tulangnya mengumpulkan ketujuh borunya, dan menanya satu per satu dari boru I sampai boru VII. Boru I sampai boru ke VI tidak ada yg bersedia mereka tetap pada pendirian mereka saat pertama ditanyai orang tuanya.

Sang Tulang pun bertanya pada boru siampudan, boru siampudan pun menjawab "Naroa pe paribangki naroangku do i, au ra do gabe parsonduk ni anak ni nambori ki.
Akhirnya Nairasaon pun di nikahkan dengan boru siampudan. Mengetahui Nairasaon cukup tanpan pada saat menjelang pesta pariban Nairasaaon yg 6 org lagi menuntut kepada orang tuanya kenapa mereka dilangkahi adeknya. Sang Tulang pun menjawab "Hamu do da inang namanjua, anggi do mangoloi ba moloi nasojadi be sirangan.

Nairasaon kembali ke Sibisa dan menetap di sana. Tiba pada saatnya Istri Nairasaon melahirkan, namun yg dilahirkan berbentuk "Lambutan" (bulat) dan kembar. Mengetahui cucunya seperti itu Datu Pejel Marah dan membuang cucunya ke pansur Napitu. Boru Tantan Debata marah akan sikap suaminya Datu Pejel. Ia pun bersumpah tidak akan pernah di kuburkan berdekatan. (Bukti ada sampai saat ini di Sibisa kuburan Datu Pejel dan Boru Tantan debata di antari lembah kecil). "Nga dua hali di baeon ho hanssit rohangku, di bolongkon ho anak ku dohot pahompuku' Ia pun menghentakkan kakinya, sambil berkata "Ingkon sirang do Tanomanku dohot ho".

Esok hari Boru Tantan debata pergi ke jurang pansur Napitu untuk mencari cucunya yg di buang Datu Pejel. Ia terkejut mendengar suara tangisan bayi cucunya. Kilat pada malam hari itu diyakininya telah membuka lambutan cucunya. Karena tidak tau siapa yg dulu lahir maka kedua bayi itu di namai Raja Mardopang{ bercabang} yakni Raja Mangatur dan Raja Mangarerak.

Nairasaon terus menjalankan Tapanya di Simanuk-manuk, dan tak pernah kembali lagi. Dan bagi pomparan Nairasaon "Simanuk-manuk di abadikan dalam Gondang Simanuk-manuk, sebagai gondang pasiarhon dan gondang jujungan angka nairasaon dan boruna yg samapai saat ini Gondang Ini sangat populer di setiap pesta Nairasaon Khususnya Sirait. Simanuk-manuk diabadikan dalam gondang gerak dalam tortor. Sampai saat ini hanya tinggal beberapa orang yg menguasai itu pun orang-orang yg memiliki jujungan.
»»  Selanjutnya......